Bangsa Jepang telah lama memiliki sikap atau karakter yang disebut “Muri-Ari”, arti dari Muri-ari adalah kira-kira bagaimana cara mereka saling memahami perasaan orang lain tanpa menyatakan sesuatu. Konon katanya inilah karakter yang tidak dipunyai bangsa lain. Karakter bahwa mereka bukan bangsa beringas yang akan semena-mena melanggar hak asasi orang lain ketika ditimpa musibah. Seperti terlihat kejadian setelah gempa sebesar 8,9 R dan tsunami menyapu pesisir Honshu, Jepang tahun 2011 kemudian kejadian tanggal 14 Oktober 2019 terjadi topan dasyat bernama Hagibis yang tercatat sebagai badai terburuk dalam beberapa dekade terakhir, yang namanya sikap “Muri-ari” itu barulah terlihat jelas.

Ada banyak catatan unik dari sikap muri-ari yang patut kita contoh:

- Meski kesulitan bahan makanan, tidak ada penjarahan makanan terjadi disana.
- Bencana bukan sebuah kesempatan untuk mencuri apapun.
- Dalam suatu rumah yang berhasil selamat, mereka malah ada yang menggelar barang- barang mereka di depan rumah mereka seperti baju-baju, coat, makanan dengan tujuan untuk membantu sesama “Silahkan ambil semuanya dengan bebas.” (gratis)
- Supermarket berusaha tetap buka, bahkan menurunkan harga bahan makanan.
- Sejumlah mesin penyedia makanan dan minuman otomatis atau vending machine malah dibuka secara gratis.
- Walau kelaparan dan kesulitan, budaya antri tidak pernah dilupakan.
- Media tidak akan menyiarkan musik latar atau video klip berisi wajah-wajah korban memelas, menangis atau tatapan kosong tanpa harapan sambil menunggu sumbangan.
- Tidak satupun televisi berlomba- lomba menampilkan pengumuman rekening dompet bencana alam.
- Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa kasus melakukan pemadaman listrik terencana.
- Nomor telepon call center bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam dan masih banyak lagi...

# Karakter Muri-ari ini patut diteladani oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.

COMMENTS